Anies Baswedan mengkritik pembangunan infrastruktur jalan di era kepemimpinan Jokowi masih kalah dengan era Presiden RI ke-6 SBY. Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengatakan Anies salah menginterpretasi data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Loh ndak juga. Jadi gini, data BPS itu bercerita soal penambahan status, bukan pembangunan jalan. Jadi status kewenangan jalan nasionalnya bertambah, sekian belas ribu kilometer itu,” kata Hedy kepada wartawan di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (24/5).
“Itu adalah perubahan status, dari jalan provinsi jadi jalan nasional. Bukan pembangunan jalan baru yang disebut bahwa pembangunan jalan zaman SBY lebih panjang dari zaman Jokowi. Itu bukan itu maksud data BPS. Jadi salah interpretasi data BPS,” lanjutnya.
Hedy mengatakan penambahan jalan nasional dapat dilatarbelakangi oleh perubahan jalan provinsi menjadi jalan nasional. Untuk itu, menurut Hedy, Anies salah jika menginterpretasikan data itu sebagai hasil pembangunan jalan baru.
“Saya punya jalan provinsi nih, jalannya sudah ada, bukan dibangun. Nah tahun 2000 sekian nanti ada SK (surat keputusan) baru, ini jalannya dari jalan provinsi jadi jalan nasional,” terang dia.
“Jadi bukan pembangunan jalan baru itu. Baca lagi, BPS itu adalah perubahan status jalan, bukan hasil pembangunan jalan. Jadi salah, kalau menginterpretasikan (data) itu hasil pembangunan jalan,” lanjutnya.
Hedy menyampaikan, penambahan jalan nasional di era SBY tak seluruhnya berasal dari hasil pembangunan jalan baru. Hal serupa terjadi di era kepemimpinan Jokowi.
“Jadi ini waktu zaman SBY kan nambah tuh jalan nasional, itu bukan hasil pembangunan kebanyakan, ada sih hasil pembangunan tapi sedikit. Zaman Jokowi juga sama, ada perubahan walaupun sedikit, tapi itu tidak ada hubungannya dengan hasil pembangunan,” kata Hedy.