Umam menilai, indikasi dukungan koalisi besar kepada Prabowo ini juga merupakan tendensi akan adanya perlawanan terbuka kepada PDI-P yang sudah mengusung Ganjar. Akan tetapi, Umam mengingatkan, skema kerja sama antara Golkar, PKB, dan Gerindra hanya bisa terwujud jika Prabowo memilih Airlangga atau Muhaimin sebagai calon wakil presidennya.
“Namun, jika Prabowo akhirnya masih tetap saja bersikap enggan untuk memilih Cak Imin maupun Airlangga karena pertimbangan tidak kompetitifnya elektabilitas maupun logistik yang terbatas, maka tidak menutup kemungkinan Golkar dan PKB akan meninggalkan Gerindra dan membentuk koalisi sendiri di Pilpres 2024,” ujar Umam.
Dalam hal ini, Gerindra bisa saja menggandeng Partai Amanat Nasional (PAN) untuk mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden. PAN sendiri memang getol menyodorkan nama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menjadi calon wakil presiden.
KIB Bubar?
Di sisi lain, dengan sikap Golkar dan PKB yang kemungkinan besar tidak akan mengusung Ganjar, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) diyakini akan bubar. KIB merupakan koalisi yang terdiri dari Golkar, PAN, dan PPP. Koalisi ini tengah di ujung tanduk karena PPP sudah lebih dulu mengusung Ganjar menjadi capres. “KIB bisa berlanjut kalau sama-sama capresnya Ganjar.
Kalau ternyata capresnya berbeda, gimana mau lanjut?” kata Juru Bicara PPP Achmad Baidowi kepada Kompas.com, Kamis. Baidowi pun tidak masalah jika pada akhirnya KIB berpisah karena perbedaan pilihan politik di antara anggotanya.
Ia mengingatkan, PPP kini juga sudah membangun kerja sama politik dengan PDI-P sebagai partai yang sama-sama mengusung Ganjar. Oleh karena itu, kata Baidowi, PPP tidak akan berkoalisi dengan partai-partai politik yang tidak mengusung Ganjar sebagai calon presiden.
“Ya, beda (jalan). Kalau mereka (koalisi besar) tidak ke Ganjar, ya berarti kan tidak berkoalisi dengan kami (PPP dan PDI-P),” kata Baidowi.